Tolak Ester Lambe jadi Wabup Boven Digoel

Tolak Ester Lambe jadi Wabup Boven Digoe
Rubrikasi - Politik
Oleh Paskalis Keagop   
Rabu, 10 Agustus 2011 03:17
Sekelompok masyarakat di Tanah Merah melakukan aksi menolak rencana pemerintah melantik Yesaya Merasi dan Ester Lambe Yaluwo menjadi Bupati dan Wakil Bupati Boven Digoel periode lima tahun mendatang.

SUDAH setahun lebih, roda pemerintahan di Kabupten Boven Digoel tidak berjalan maksimal. Pejabat pemerintah daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah jarang berada di tempat tugas. Mereka sering berada di tempat tugas hanya dua atau tiga hari, selebihnya berada di luar daerah dengan alasan urusan dinas. Akibatnya, pelayanan pemerintahan kepada masyarakat tidak berjalan lancar.
Kondisi itu membuat sebanyak kurang dari 200 orang melakukan aksi damai ke kantor DPRD dan kantor bupati Boven Digoel. “Aksi itu dilakukan karena kondisi ketidakadilan pelayanan pemerintahan terhadap masyarakat di Kabupaten Boven Digoel sehingga timbul ketidakpuasan akhirnya kami melakukan aksi. Ketidakadilan yang kami maksud di sini adalah dalam penyelenggaraan demokrasi 2010 lalu sampai dengan hari ini, proses penegakan hukum dan demokrasi yang berlangsung di Boven Digoel saat ini sudah mati”, ujar Michael Umbob, yang jadi Koordinator Lapangan saat aksi hari Senin 11 Juli lalu.
Dengan demikian, sebagian masyarakat Boven Digoel, terutama perwakilan tiga suku besar: Katy/Muyu, Wambon/Mandobo dan Auwuyu/Jair maupun warga non Papua yang hidup di kota Tanah Merah sama-sama melakukan aksi untuk menuntut dan menyampaikan aspirasi yang selama ini tidak dilakukan pemerintah Kabupaten Boven Digoel untuk membangun masyarakat.
“Dalam arti bahwa penyelenggaraan demokrasi selama ini yang dilaksanakan oleh KPUD Boven Digoel, yang kami lihat dan rasakan tidak dilaksanakan sesuai dengan undang-undang Pilkada. Masalah ini sudah terpendam lama, sehingga hari ini kami datang menyampaikan aspirasi itu,” ujar Michael.
Massa memohon kepada pemerintah pusat, terutama Bapak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Papua Barnabas Suebu untuk segera merevisi Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor: 131 Tahun /2011 tentang pelantikan Yusak Yaluwo dan Yesaya Merasi menjadi Bupati dan Wakil Bupati Boven Digoel periode 2011 – 2016.
Surat Keputusan Mendagri RI tersebut dianggap sudah mandul dan tidak berlaku lagi karena pemerintah pusat sudah menggantinya dengan Surat Keputusan Mendagri RI Nomor: 132 Tahun 2011 tentang pemberhentian atau penonaktifan Yusak Yaluwo sebagai Bupati Boven Digoel terpilih periode 2011 – 2016.
“Dengan demikian, kami anggap saat ini tidak ada pemerintahan di Kabupaten Boven Digoel, karena bupatinya sudah dinonaktifkan. Sehingga menurut kami SK Mendagri Nomor 131 Tahun 2011 itu sudah tidak berlaku. Kondisi pemerintahan seperti ini apakah kita masyarakat Boven Digoel harus tinggal diam dan hanya nonton? Maka kita masyarakat tiga suku besar di Boven Digoel bergabung dan duduk bicara bersama bahwa sekarang sudah saatnya orang Boven Digoel dari tiga suku besar ini juga sudah layak untuk pimpin kabupatennya sendiri. Jadi tidak perlu tergantung pada saudara-saudara kita yang berasal dari luar Boven Digoel”.
Michael Umbob mengatakan sekarang otonomi khusus, sehingga kalau bisa Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2001 harus benar-benar bisa dijalankan. Hak kesulungan harus dikembalikan ke tangan orang-orang tiga suku besar di Boven Digoel: Katy, Wambon dan Auwuyu . Mereka ini yang berdomisili dan hidup sejak tanah Boven Digoel ini dijadikan. Karena itu, hak kesulungan itu harus dikembalikan kepada mereka.
Aksi sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan tiga suku besar itu datang menyampaikan tiga tuntutan kepada Wakil Bupati Boven Digoel, Yesaya Merasi. Pertama, meminta pemerintah membatalkan rencana pelantikan Yesaya Merasi dan Ester Lambe Yaluwo menjadi Bupati dan Wakil Bupati Boven Digoel periode 2011 – 2016.
Kedua, kembalikan pemerintahan Kabupaten Boven Digoel sesuai Surat Keputusan Gubernur Papua dan Surat Keputusan Bupati tahun 2005 saat pemerintahan periode pertama: 2005 - 2010. Ketiga, meminta Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur Papua Barnabas Suebu meninjau kembali Surat Keputusan Mendagri RI Nomor 131 Tahun 2011 tentang pelantikan dan penetapan Yusak Yaluwo menjadi Bupati nonaktif dan Yesaya Merasi menjadi Wakil Bupati Boven Digoel periode 2011 – 2016. Karena keputusan itu menjadi sumber keresahan masyarakat Boven Digoel, “sehingga masyarakat berharap pemerintah harus melihat permasalahan ini”, kata Umbop.
Keempat, saat ini proses penyelenggaraan pemerintahan di Boven Digoel tidak berjalan baik. “Di bibir masyarakat senyum-senyum, tapi dalam hati hancur, karena ditipu oleh oknum-oknum yang datang untuk ingin mengambil keuntungan masyarakat asli Boven Digoel”.
Michael menambahkan aspirasi itu disampaikan kepada Presiden RI, Menteri Dalam Negeri RI dan Gubernur Papua, bukan ditujukan kepada bupati atau pemerintah Kabupaten Boven Digoel. “Kami datang ke kantor bupati hanya melakukan aksi, bukan datang untuk menyampaikan aspirasi, karena menurut kami tidak ada bupati Boven Digoel. Kami harap bapak Presiden melihat dan tidak membiarkan persoalan daerah Boven Digoel ini berlarut-larut”.
Mereka berencana, perwakilan massa yang akan mengantar sendiri aspirasi itu untuk disampaikan langsung kepada Presiden RI di Istana Negara Jakarta. Tembusan aspirasi itu disampaikan kepada berbagai lembaga pemerintah di Jakarta, termasuk Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
Setibanya di halaman kantor bupati, massa diterima Wakil Bupati Boven Digoel Yesaya Merasi, namun massa menolak berdialog karena dianggap jawaban aspirasi yang hendak disampaikan Yesaya bertentangan dengan aspirasi yang disampaikan massa. “Dan kami datang bukan untuk menyampaikan aspirasi kepada bupati dan wakil bupati Boven Digoel, tapi kami hanya datang untuk melakukan aksi”, ujar Michael Umbop Nenggereng.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Boven Digoel, I. M. Budi Darma, yang memimpin anggotanya mengawasi aksi massa di kantor bupati Boven Digoel, di Tanah Merah mengatakan masyarakat boleh-boleh saja menyampaikan aspirasi tapi harus mengikuti prosedur, taat hukum, tertib dan tidak mengganggu ketertiban masyarakat.***

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar